Sabtu, 26 November 2011

iklan

Menurut pengamatan saya, ada 3 cara ampuh untuk menjadi penulis yaitu:
1. Menulis
2. Menulislah
3. Menulislah !
Saya tidak ingat persis siapa yang pertama kali mengatakan 3 cara ampuh untuk menjadi penulis seperti di atas.
Namun, saya yakin bahwa 3 cara tersebut memang benar-benar ampuh untuk melahirkan penulis, menjadi penulis yang diartikan sebagai “orang yang menulis”.
Menurut Scoot Edelstein, penulis buku “30 Steps to Becoming a writer and getting published” juga dalam bukunya “100 Things Every Writer Needs to Know “ beliau mengatakan bahwa “Anyone who writes is a Writer !” (Siapa pun yang menulis dapat disebut penulis).
Bahkan, dengan tegas beliau juga menyebutkan bahwa jika ada yang mengatakan bahwa:
“You only become a real writer after you’ve published three books”
atau
“After you’ve written your first million words, then you can call yourself a writer”
bahkan,
“Oh, so you have a day job and write at night ? you’re really a hobbyist not a writer” ,
mereka itu adalah komentator ulung yang hanya bisa mengomentari !.
Beliau mengatakan bahwa:
“These sorts of pronouncements and judgments are all nonsense-and arrogant nonsense, at that !”
Tapi singkat cerita, pernyataan-pernyataan tersebut, ternyata berdampak melahirkan beberapa pertanyaan dalam benak saya:
Apa yang harus saya tulis?
Bagaimana cara menuliskannya?
Nah, Kalau sudah lahir pertanyaan seperti diatas, maka obat mujarab yang paling sering saya lakukan adalah “Mencoba menulis apa saja dan bagaimana pun caranya !”.
Nggak peduli saya mau menulis tentang apa / topik apa dan caranya. Pokoknya nulis aja….hehehe…
Saya juga pernah mendengarkan kata-kaya bijak berbunyi:
“Tulislah apa yang sedang kamu pikirkan, jangan pikirkan apa yang sedang kamu tulis !”
Terus terang dari pengalaman saya, kata-kata bijak tersebut terbukti benar. Tanpa saya sadari, saya dapat menulis lebih lancar dari biasanya.
Jika sebelum mendengarkan kata-kata itu, saya hanya mampu menulis selembar dua lembar bahkan hanya sebaris hingga dua baris saja.
Tapi setelah mendengar kata itu saya mampu menulis lebih banyak dari biasanya. Saya semakin bergairah dan termotivasi untuk terus menulis dan menulis. (meski jujur terkadang aktivitas ini agak terhalang juga karena beberapa aktivitas yang sangat prioritas yang harus saya lakukan terlebih dahulu).
Tetapi, seiring dengan waktu, sepertinya ada saja yang menghambat dalam diri saya. Tak jelas apa hambatan itu. Yang jelas, saya mulai bertanya-tanya kembali:
Apakah tulisan saya sudah benar-benar berkualitas?
Adakah orang yang ingin membaca tulisan saya?
Jika ada yang memuji tulisan saya, apakah karena benar-benar bagus atau hanya sekedar membangkitkan gairah saya saja agar terus menulis?
Akhirnya saya mencoba mencari tahu bagaimana sebaiknya saya lakukan utk menjawab tantangan itu dengan browsing beberapa artikel dan saya akhrnya saya dpt menemukan beberapa artikel di web tentang :
“Cara Taktis Menulis Buku”
Dari uraian artikel-artikel tersebu, saya dapat menyimpulkan beberapa hal berikut ini.
Rahasia Taktis menulis, ternyata bukan hanya Motivasi saja !
Yang harus kita lakukan selain MOTIVASI adalah melakukan Tahap demi Tahap dalam menulis, sehingga kita bisa menjadi seorang penulis, bukan cuma menulis-menulislah-menulislah (hahaha…)
Tahapan Proses standar menulis dapat dikatagorikan menjadi 5 tahap, yaitu :
1. Prewriting: Think and Plan
2. Drafting: Write and Draw
3. Revising: Making your writing better
4. Editing: Fix your mistakes
5. Publishing: Share your writing !

Jujur, saya sempat terkesimah setelah membaca tahapan proses standar menulis ini.
Ternyata, tiga cara ampuh yang pernah saya terapkan itu ternyata belum mampu mengakomodir 5 proses di atas.
Tiga cara ampuh untuk menjadi penulis itu belum dapat menjawab:
- untuk apa kita menulis,
-untuk siapa kita menulis,
-bagaimana kelak tulisan tersebut jika telah jadi
- dan pertanyaan prewriting.

Tiga tahapan yang sudah saya lalukan yaitu : Menulis-Menulislah-Menulislah ! belum memasuki tahap “making your writing better” melalui “proses revising”.
Begitu juga dengan proses “Editing”, apalagi “Publishing”.
Ternyata, dalam 5 proses tahapan tersebut akhirnya melahirkan proses-proses lainnya yang terdapat dalam setiap proses.
-Prewriting terdapat proses mengikat ide, mempertanyakan diri sendiri, hingga pemanfaatan dunia maya untuk memantapkan tahap perencanaan menulis tersebut.
Diakui atau tidak, lancar atau tidaknya seorang menulis sangat terkait erat dengan penguasaannya pada apa yang akan dia tulis.
-Selanjutnya, proses Drafting, Revising, Editing dan Publishing.
- Proses Drafting harus diawali dengan mempertanyakan pada diri sendiri tentang apa yang sudah dihasilkan dalam proses Prewriting untuk kemudian memulai draft, dengan fakta menarik tentang subjek yang akan dibahas.
Memperkenalkan salah satu poin dari poin utama, bertanya tentang sesuatu, mengutip perkataan seorang tokoh atau dengan cerita singkat.
Apa yang telah dimulai tersebut selanjutnya dijelaskan dengan informasi-informasi yang mendukung, didefinisikan dengan ungkapan yang lebih akrab, dipertahankan dengan fakta-fakta yang terjadi, digambarkan dengan spesifik hingga dibandingkan dan dikontraskan dengan contoh-contoh yang memiliki persamaan atau perbedaan.
Akhirnya, proses drafting itu pun ditutup dengan mengingatkan kembali para pembaca akan ide pokok tulisan, ringkasan akan poin-poin penting, penjagaan titik fokus pembaca dan seterusnya.
Lalu, jika proses drafting tersebut telah selesai, maka seorang penulis akan melanjutkan ke proses Revising, Editing dan Publishing.
-Melakukan proses Merevisi gunanya agar tulisan tampak lebih baik dan Mengedit agar tulisan terlepas dari beberapa kesalahan dan kekurangan yang mungkin muncul.
Setelah itu semua, berpikirlah untuk menerbitkan dan mempublikasikan apa yang telah anda ditulis.
Ada beberapa kelakar yang mengelitik sekaligus memotivasi penulis pemula seperti saya tentang hal ini,
“Jangan berpikir hanya akan menyimpan tulisan Anda di bawah kasur !”
“Apakah tulisan saya sudah benar-benar berkualitas ?”
“Adakah orang yang ingin membaca tulisan saya ?”
“Jika ada yang memuji tulisan saya, apakah karena benar-benar bagus atau hanya sekedar membangkitkan gairah saya saja agar terus menulis ?”

Hahaha…saya tertawa dan sangat tergelitik dalam hati…kenapa pusing….jangan pikirkan hal itu, yuk kita menulis !!!.
Semoga tulisan ini memberi inspirasi & manfa’at.

SAODAH (DO’A GADIS KECIL bagian 2) Agustus 5, 2011

Posted by elindasari in Lain-lain.
Tags: , , , , ,
18 comments
Separuh hari ini hampir kuhabiskan menemani Ibuku berbelanja persiapan untuk lebaran. Aku juga membeli sesuatu buat seseorang. Aku juga sudah merencanakan bahwa aku akan tetap sholat tarawih dan akan sholat di musholla yang berada di tengah kampung itu pada malam hari nanti. Aku ingin memberi surprise buat gadis kecil bernama Saodah yang kutemui dua hari lalu.
Sehabis berbuka puasa aku bergegas mengajak suamiku untuk menemaniku sholat disana. Tapi sayang semua anggota keluargaku hendak sholat di masjid dekat rumah saja. Alasannya penceramahnya kali ini uztas top.
Akhirnya aku hanya berdua saja dengan ibu ke musholla itu.
Aku dan Ibu kali ini dapat shaft agak didepan, karena kami datang agak awal. Tapi yang membuatku sedikit gelisah, Saodah dan sang nenek tak kunjung tampak. Padahal sholat tarawih akan segera dimulai. Selesai sholat tarawih aku bergegas menggulung sejadahku.
Aku dan Ibu masih melihat-lihat, siapa tahu Saodah dan nenek ada di mushola. Tapi sudah hampir habis jamaah yang pulang sang nenek dan Saodah tetap tak saya temui.
Akhirnya aku dan Ibu memutuskan untuk segera pulang ke rumah.
######
Beduk tanda Imsak terdengar, sebentar lagi Azan subuh. Aku memutuskan untuk sholat subuh dengan ayah dan ibu di mushola kampung sekalian menemani mereka mengaji sampai pagi. Aku sengaja tetap membawa sesuatu yang hendak kuberikan buat Saodah untuk antisipasi kalau nanti ketemu mereka disana.
Ei…benar saja, ternyata ketika aku memasuki kaki di halaman mushola aku melihat gadis kecil Saodah. Tapi kali ini hanya bersama dua orang anak lelaki yang sudah agak besar, tampaknya dari gandengan tangannya aku bisa menebak kalau mereka adalah kakak-kakak Saodah.
“Assalamualaikum Saodah”, sapaku dan dibalas “Waalaikumsalam” oleh mereka bertiga.
“Wah, Saodah tidak bersama nenek ?” tanyaku.
“Nanti nenek nyusul tante!”, jawab gadis kecil ini pendek.
Akhirnya kami tiba didalam musholla. Aku mulai membentangkan sejadah dan memakai perlengkapan sholat. Saodah tampak mengambil tempat 2 shaft dibelakangku. Lalu aku melihat Saodah tampak berusaha memasang mukena dari kain dengan bantuan seorang teman perempuannya yang agak besar. Tampaknya hasil mukena buatannya masih berantakan.
“Saodah, Saodah kemari !”, aku memanggil gadis kecil itu sambil melambaikan tangan. Tapi tampakannya Saodah agak ragu untuk menemuiku. Aku tetap memanggilnya beberapa kali sambil tetap melambaikan tangan.
Akhirnya Saodah menemuiku bersama beberapa orang anak perempuan yang agak besar yang membantunya tadi memasang mukena dari kain dan peniti.
“Ini, tante mau kasih Saodah sesuatu, langsung dibuka dan dipakai yah !” ujarku.
Gadis kecil ini hanya mengangguk tanda mengiyakan. Dengan cekatan aku melepaskan mukena kain yang tampaknya baru setengah jadi yang semula dikenakannya. Aku menggantinya dengan memasangkan mukena baru hasil perburuanku kemarin.
Kupasangkan dengan cepat dan akhirnya selesai. Saodah sudah memakai mukena barunya. Dan aku juga memberikannya sebuah sejadah bercorak senada dengan mukenanya. Gadis ini menjadi tampak semakin cantik. Sangat cantik dengan Mukena bermotif kotak-kotak dan sedikit hiasan bunga di sisi bawah dan kepala.
“Gimana, Saodah suka sama Mukena dan sajadah barunya?”, tanyaku kepadanya.
Tapi aku mendapati gadis mungil ini, menangis sesegukan. Yah Tuhan, kenapa dia menangis yah ?. Hatiku menjadi sedikit ciut.
Tapi diselah-selah tangisnya dia mengucapkan terima kasih….”Terima kasih tante !”….Saodah sangat suka mukena baru ini….”Terima kasih tante!”…ucap gadis kecil ini sambil berlari kecil kembali ke shafnya di belakang.
Aku sejenak terdiam. Jujur aku sempat bingung dan hatiku ciut ketika gadis ini tadi menangis. Tapi aku tahu, sebenarnya dia sangat gembira.
Ketika sholat subuh hampir dimulai, diam-diam aku menoleh kearah Saodah. Kulihat gadis kecil ini tampak merona. Wajahnya begitu ceria. Aku lihat dia sangat bersemangat untuk memulai sholat
subuhnya dengan mukena barunya.

saodah (gadis kecil )
saodah (gadis kecil )
Terima kasih yach ALLAH, karena aku telah membuat gadis kecil ini gembira sekali.
Semoga dia semakin rajin sholat setelah ini. Semoga dia menjadi anak soleha. Amien
Semoga tulisan ini membawa manfa’at dan inspirasi.

SAODAH (DO’A GADIS KECIL bagian 1) Agustus 5, 2011

Posted by elindasari in Lain-lain, Renungan.
Tags: , , , , ,
3 comments
Saodah do'a gadis kecil
Saodah do'a gadis kecil
Tak terasa Ramadhan sudah menginjak dihari yang ke 25 di tahun 2009 lalu. Hatiku sangat gembira, karena selain sebentar lagi Lebaran, kali ini aku akan dapat merayakannya bersama keluargaku beserta kedua orangtuaku di kota orang tuaku tinggal .
Sengaja malam itu setelah berbuka puasa, kami sekeluarga pergi sholat tarawih di suatu musholla yang terletak agak diujung gang di sebuah perkampungan. Menurut cerita ayahku, dulu ayah dan ibuku sering sholat disini, sebelum akhirnya di komplek perumahan mereka berdiri sebuah masjid yang lumayan megah.
Kondisi musholanya sederhana, bangunannya separuh batu dan papan difinishing dengan cat warna hijau dan putih. Meski musholla ini sedikit kecil, kondisinya bersih dan rapi, jamaah yang sholat disini, Alhamdullilah banyak, sungguh pemandangan yang menggembirakan hati saya.
Ketika memasuki mushola, saya dan ibuku bergegas meletakkan mencari tempat untuk meletakkan peralatan sholat dan membentangkan sejadah. Tapi sayang saya tidak kebagian shaft bersamaan ibuku.
Musholla ini tetap ramai dikunjungi jamaah meski sudah dipenghujung Ramadhan. Akhirnya saya dapat menempati shaft agak belakang dan bersebelahan dengan seorang nenek bersama cucunya yang berumur sekitar 6 tahun. Sambil tersenyum dan sedikit mengeser sejadahnya sang nenek mempersilahkan saya membentangkan sejadah saya. Sang nenek langsung mengenali saya sebagai pendatang baru.
“Jarang sholat tarawih disini nak ?” sapa sang nenek ramah.
“Iyah, nek…saya baru datang dari Jakarta, saya lagi pulang kampung dan akan berlebaran di rumah orangtua saya !”, jawabku tak kalah ramah.
“O..anak orang Jakarta rupanya, pantas nenek tak pernah lihat”, ujar si nenek lagi.
Ternyata obrolan ringan saya dan sang nenek sangat diperhatikan gadis mungil yang sedari tadi tampak mengamatiku. Gadis kecil ini sepertinya mengamatiku dari ujung kaki hingga kepala. Aku hanya tersenyum, dan jujur sedikit ge-er juga rasanya, dipandangi seperti ini.
“Ini cucu nenek ?”, tanya saya.
“Iyah, ini Saodah, cucuku yang paling kecil. Cucuku ada tiga, yang dua lelaki, sudah agak besar, mereka juga sholat didepan. Mak mereka kerja di Malaysia jadi TKI, bapak mereka sudah tidak ada. Aku yang urus mereka disini”, ujar si nenek sambil memasangkan kain panjang yang dipeniti membentuk mukenah di badan dan muka Saodah.
Saodah tampaknya menurut saja sambil sesekali menyeka rambutnya agar sang nenek mudah memasangkan peniti.
“Dah…selesai, langsung duduk yang rapi yah, agar tak gampang lepas mukenanya !” ujar sang nenek menasehati Saodah.
Sang cucu tampaknya langsung menurut. Tapi dari bola matanya yang lugu aku dapat merasakan sedari tadi kalau dia memperhatikan pakaian dan mukena serta sejadah yang kupakai. Seakan ada keinginan terpendam di hatinya.
######
Selesai sholat tarawih kuperhatikan Saodah kecil masih tampak khusu’ berdoa, matanya dipejamkan, dan tangan kecilnya tampak beberapa kali mengusap mukanya. Kudengar suara Saodah kecil berkali-kali mengucapkan kata-kata yang sama. Lalu dia mengakhirinya dengan kata Amien, dan matanya dibukanya perlahan.
Wow…gadis kecil ini khusu’sekali berdo’a !. Aku salut. Meski usianya masih belia, tampaknya sedari sholat tarawih tadi, dia melakukannya dengan khusu’. Benar-benar gadis mungil yang saleha, pujiku dalam hati.
Sambil membenahi sejadahku, kucoba bertanya pada gadis kecil ini, “Saodah, tadi berdo’a apa saja ?”, rasa ingin tahuku tak dapat kutahan.
Saodah menjawab dengan mimik sedikit malu “Tadi aku berdo’a sama ALLAH, supaya Emak nanti sa’at pulang bawa banyak duit buat nenek, kakak dan Saodah. Saodah kepengen nanti kalau emak pulang bisa beliin Saodah mukena bagus kayak tante. Biar kalau Saodah mau sholat nenek nggak usah pasang peniti-peniti lagi !”.
Subhanallah….hatiku langsung terjerebap rasanya mendengar pengakuan gadis kecil ini yang begitu polos. Aku tersenyum, mendengar pengakuannya.
Terima kasih yach Robbi..lewat sentuhan kalimat dari mulut mungilnya…betapa Engkau telah meningatkanku, bahwa dalam keadaan terbatas apapun, kita harus selalu ingat pada MU, menghadap pada MU, meski dengan kain seadanya.

Yah Robbi, ampunkan hamba Mu yang terkadang lalai, menghadap MU dan terkadang tidak disiplin meski begitu banyak nikmat yang telah KAU beri padaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar